Ngobrol Games – Coba deh bayangin, kamu lagi scroll TikTok atau YouTube, terus tiba-tiba muncul video seseorang makan mie pedas jumbo, seafood platter berukuran galon, atau bahkan 100 nugget ayam dalam sekali duduk. Tanpa sadar, kamu berhenti scroll dan nonton sampai habis. Fenomena ini bukan hal baru. Nama tren ini adalah mukbang, berasal dari Korea Selatan, dan sekarang sudah jadi bagian besar dari gaya hidup digital banyak orang di dunia—termasuk Indonesia.
Mukbang sendiri merupakan gabungan kata dari “muk-ja” (makan) dan “bang-song” (siaran). Awalnya, mukbang hanya dilakukan di platform Korea seperti AfreecaTV, tapi kini kontennya menyebar ke seluruh dunia, terutama lewat YouTube, TikTok, dan Instagram. Dalam waktu singkat, mukbang menjelma jadi tontonan yang adiktif. Tapi sebenarnya, apa sih yang bikin mukbang bisa begitu populer? Apa dampaknya terhadap gaya hidup digital, kesehatan, dan cara kita memandang makanan?
Dalam artikel ini, kita akan kulik lebih dalam fakta menarik di balik popularitas mukbang. Mulai dari sisi psikologi penonton, strategi konten kreator, sampai potensi bahaya yang perlu diwaspadai—semua akan dibahas dengan bahasa santai tapi tetap berbobot. Terutama buat kamu para konten kreator, gamers, atau siapa pun yang aktif di dunia digital, fenomena ini bisa jadi pelajaran penting tentang bagaimana dunia online bisa memengaruhi pola hidup kita secara nyata.
Yuk, simak pembahasannya sampai habis!
1. Mukbang dan Daya Tarik Visual yang Bikin Lapar Mata
Salah satu alasan mukbang begitu diminati adalah daya tarik visualnya yang luar biasa. Kamera ditempatkan sangat dekat dengan makanan, tekstur dan warna makanan terlihat menggoda, dan suara-suara seperti ‘crunch’, ‘slurp’, dan ‘gulp’ direkam dengan jelas lewat microphone khusus (ASMR style). Sensasi visual dan audio ini menciptakan kepuasan tersendiri bagi penonton—seolah-olah mereka ikut makan bersama si kreator.
Fakta menariknya, banyak orang nonton mukbang bukan karena lapar, tapi justru karena stres atau bosan. Video mukbang bisa memberikan kenyamanan secara psikologis, apalagi kalau kamu tinggal sendirian dan merasa sepi. Melihat seseorang makan sambil ngobrol seolah-olah menemani kita bisa memberikan ilusi kedekatan sosial.
2. Makan Jadi Hiburan, Bukan Kebutuhan
Mukbang juga menandai pergeseran besar dalam cara kita memandang makan. Kalau dulu makan adalah aktivitas pribadi atau keluarga, sekarang jadi konten publik. Bahkan, ada unsur performa dalam cara kreator mukbang makan: harus cepat, banyak, dan tetap terlihat menikmati. Ini membuat makan tak lagi semata kebutuhan biologis, tapi sudah jadi hiburan.
Namun, ini juga bisa berbahaya kalau ditiru mentah-mentah. Konsumsi berlebihan hanya demi konten bisa berdampak buruk bagi kesehatan. Ada kreator yang sampai mengalami gangguan pencernaan, obesitas, bahkan muntah setelah rekaman. Hal ini menunjukkan pentingnya edukasi tentang batasan antara hiburan dan kenyataan.
3. Gaya Hidup Digital dan Peran Algoritma
Di balik layar, algoritma platform punya andil besar dalam mempopulerkan mukbang. Semakin sering video ditonton dan dibagikan, semakin besar kemungkinan algoritma akan menyarankan video serupa. Ini menciptakan siklus viral yang membuat konten mukbang terus muncul di timeline kamu, bahkan kalau kamu nggak sengaja klik satu video aja.
Gaya hidup digital pun terbentuk: kita jadi lebih sering duduk, scroll, makan sambil nonton, dan menghabiskan waktu berjam-jam di depan layar. Apalagi buat para gamers atau kreator konten yang sering kerja malam dan makan sambil streaming, kebiasaan ini bisa jadi boomerang kalau nggak dikontrol.
4. Tantangan Kesehatan Mental dan Fisik
Penonton dan kreator mukbang sama-sama berisiko mengalami dampak negatif. Penonton bisa jadi lebih impulsif terhadap makanan cepat saji, mengembangkan emotional eating (makan karena emosi, bukan lapar), dan mengabaikan pola makan sehat. Kreator, di sisi lain, tertekan untuk terus menyajikan porsi makan yang ekstrem agar tidak kehilangan engagement.
Ini sebabnya banyak pakar kesehatan menyarankan agar kita mulai sadar dan selektif dalam mengonsumsi konten mukbang. Terutama untuk anak-anak dan remaja, penting banget ada edukasi yang tepat dari orang tua agar mereka bisa membedakan mana hiburan dan mana gaya hidup yang layak ditiru.
5. Peran PAFI dalam Edukasi Gaya Hidup Sehat
Dalam menghadapi perubahan gaya hidup akibat dunia digital, edukasi jadi kunci penting. Di sinilah peran organisasi seperti Persatuan Ahli Farmasi Indonesia (PAFI) sangat dibutuhkan. Melalui berbagai kegiatan edukatif dan kolaborasi antarprofesi, PAFI aktif memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga kesehatan, terutama di era serba digital seperti sekarang ini. Untuk informasi lebih lengkap seputar program edukasi dan kegiatan farmasi lainnya, kamu bisa kunjungi pafigresikbaru.org.
Edukasi ini penting untuk mencegah penyalahgunaan informasi di internet serta mendorong kebiasaan hidup sehat, bahkan bagi para kreator dan penonton setia konten mukbang.
6. Solusi Seimbang: Nikmati Konten, Tetap Jaga Diri
Jadi, apakah nonton mukbang itu salah? Tentu tidak. Sama seperti konten hiburan lainnya, mukbang bisa dinikmati asalkan kamu tahu batasannya. Cobalah tonton dengan lebih sadar: jangan sambil ngemil berlebihan, batasi waktu menonton, dan jangan tiru gaya makannya sembarangan. Kalau kamu seorang kreator, prioritaskan kesehatan dan transparanlah kepada penonton soal proses di balik layar.
Gaya hidup digital memang nggak bisa dihindari, tapi bisa diarahkan. Kuncinya adalah keseimbangan—antara menikmati konten dan menjaga pola hidup sehat. Di tengah derasnya tren online, keputusan tetap ada di tangan kita sendiri.
Mukbang adalah potret bagaimana dunia digital bisa membentuk kebiasaan baru, entah itu baik atau buruk. Sebagai audiens atau kreator, penting banget untuk tetap kritis dan sadar akan dampaknya. Di balik semua suara kriuk dan tumpukan makanan di layar, ada hal-hal yang perlu kita pahami lebih dalam: tentang tubuh, pikiran, dan pilihan hidup kita.
Semoga artikel ini bisa membuka sudut pandang baru buat kamu yang aktif di dunia digital. Jangan cuma jadi penonton pasif—jadilah pengguna yang cerdas dan sehat secara digital!